Bupati Gunung Mas Diperiksa KPK, Ini Sikap Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia
PALANGKA RAYA — Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, merespons pemeriksaan terhadap kadernya yang juga Bupati Gunung Mas, Jaya Samaya Monong (JSM), oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan tersebut terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada Bara Jaya Utama (BJU) Group.
Bahlil mengaku belum menerima laporan lengkap mengenai pemeriksaan itu, namun menegaskan bahwa Partai Golkar menghormati proses hukum.
“Nanti saya cek karena saya belum mendengar informasi ini, tapi kalau memang benar itu ada kejadian, negara kita negara hukum. Kita menghargai proses hukum yang ada dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah,” ujarnya usai membuka Musda ke-XI Partai Golkar Kalimantan Tengah di Swiss-Belhotel Danum, Palangka Raya, Sabtu (29/11/2025).
Di lokasi yang sama, Bupati Gunung Mas Jaya Samaya Monong memilih tidak banyak berkomentar ketika ditanya mengenai pemeriksaannya oleh KPK. Jaya diperiksa terkait posisinya sebagai mantan Direktur PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL), perusahaan di bawah BJU Group yang turut menerima fasilitas pembiayaan dari LPEI.
Saat dimintai konfirmasi usai menghadiri Musda, Jaya memberikan jawaban singkat.
“Tanya ke pihak KPK saja ya,” ujarnya.
Ketika ditanya ulang mengenai durasi pemeriksaan serta jumlah pertanyaan penyidik, ia tetap enggan merinci.
“Tanya sama mereka saja ya,” katanya.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa pemeriksaan terhadap Jaya dilakukan di Polda Kalimantan Tengah pada Selasa (25/11/2025). Selain Jaya, KPK juga memanggil beberapa saksi lainnya, di antaranya Kabid PTSP Kabupaten Kapuas Harry Soetrisno, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Agustan Saining, serta Kepala Bappeda Provinsi Kalteng Leonard S. Ampung.
Dalam kasus ini, KPK telah menahan pemilik PT SMJL dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS), Hendarto, yang juga merupakan pemilik BJU Group. Ia diduga mendapatkan fasilitas pembiayaan dari LPEI melalui dua perusahaan tersebut dengan total pinjaman mencapai Rp1,7 triliun.
Namun, KPK menemukan bahwa sebagian besar dana justru digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk berjudi hingga menghabiskan sekitar Rp150 miliar.
KPK juga menyita konsesi tambang batu bara milik PT Kalimantan Prima Nusantara seluas 1.500 hektare, dengan nilai taksiran sekitar 100 juta dolar AS atau setara Rp1,6 triliun.
Atas perbuatannya, Hendarto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.











Tinggalkan Balasan