DPRD Kalteng Pertanyakan Hilangnya 24 Ribu Itik di Food Estate Pulang Pisau
PALANGKA RAYA — Keberlanjutan program itik petelur di kawasan Food Estate Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, dipertanyakan DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng). Pasalnya, sebanyak 24 ribu ekor itik yang digelontorkan pemerintah pusat sejak 2021 kini raib tanpa kabar.
“Ini menjadi pertanyaan besar bagi kita, ke mana sekarang itik-itik tersebut? Bagaimana pengembangannya?” kata Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Bambang Irawan, Selasa (25/8/2025).
Bambang menuturkan, pada awalnya kelompok tani penerima bantuan mencatat surplus produksi telur dan meraih keuntungan besar. Namun kondisi itu tidak berlanjut.
“Kalau sebelumnya surplus, artinya secara logika seharusnya berkelanjutan. Tapi kenyataannya sekarang, puluhan ribu itik itu tidak terlihat lagi,” ujarnya.
Menurut legislator PDIP dari Dapil V Kalteng itu, kegagalan program disebabkan perencanaan yang setengah matang, mulai dari bibit, pengelolaan kandang, hingga ketersediaan pakan.
Harga pakan pabrikan yang menembus Rp475 ribu hingga Rp500 ribu per sak disebut menjadi penyebab utama para peternak tidak mampu bertahan.
“Kalau tidak bisa dibeli dan tidak menghasilkan, ya menurut saya program ini sia-sia,” tegas Bambang.
Sementara itu, Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Pulang Pisau, Ibrahim, menjelaskan bahwa program tersebut merupakan milik Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Bogor, bukan tanggung jawab daerah. Ia membenarkan bahwa pada 2021 Pulpis menerima penyaluran 24 ribu itik petelur dari Kementerian Pertanian melalui APBN.
Ironisnya, meski sempat dilaporkan sukses saat kunjungan Presiden Joko Widodo, program itu tidak berlanjut. Kelompok tani yang sempat mencatat saldo ratusan juta rupiah akhirnya tumbang karena ketergantungan pada pasokan pakan dari luar daerah.
Bambang menilai absennya dukungan sistem produksi pakan lokal menjadi kelemahan utama. Ia menekankan pentingnya pembangunan pabrik pakan di Pulang Pisau sebelum meluncurkan program besar.
“Kalau pakan, bibit, dan obat-obatan semua dari luar, kita hanya jadi pasar, bukan pelaku utama,” katanya.
Ia juga mengingatkan agar program strategis nasional tidak hanya berhenti di atas kertas, terlebih Kalteng diproyeksikan sebagai penyangga utama Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Jangan sampai ini cuma proyek yang sia-sia. Kita akan telusuri pola pengadaan, harga pakan, dan apakah potensi lokal benar dimanfaatkan atau justru diabaikan,” ujarnya.
Menurut dia, setiap program pembangunan harus disusun dengan kajian matang dari hulu hingga hilir. “Kalau dari awal kajiannya sudah salah, lalu diklaim punya potensi padahal kenyataannya tidak mendukung, maka ini bukan membangun daerah, tapi hanya membuang anggaran,” tegas Bambang.










Tinggalkan Balasan