Mantan Lurah Hadi Suwandoyo Bantah Kuasai 850 Hektare Lahan di Kalampangan
PALANGKA RAYA – Mantan Lurah Kalampangan yang kini menjabat sebagai Plt Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Palangka Raya, Hadi Suwandoyo, membantah tegas tudingan penguasaan ratusan hektare lahan di Kelurahan Kalampangan. Bantahan itu disampaikan menyusul ramainya isu mengenai dugaan kepemilikan hingga 850 hektare lahan saat dirinya masih menjabat lurah.
Melalui kuasa hukumnya, Guruh Dwi Eka Saputra, Hadi menegaskan bahwa isu yang beredar di media sosial maupun pemberitaan dinilai sangat tidak berdasar dan cenderung tendensius. Tuduhan tersebut, kata Guruh, merupakan fitnah yang merusak harkat, martabat, sekaligus reputasi kliennya.
“Kami anggap pemberitaan itu tidak berdasarkan fakta, hoaks, dan sangat tendensius. Bahkan beberapa media menulis klien kami sebagai mafia tanah, padahal itu tidak benar dan sangat mencemarkan nama baik,” tegasnya didampingi Hadi Suwandoyo, Kamis (21/8).
Guruh menambahkan, kliennya tidak anti terhadap kritik. Namun ia menekankan, kebebasan berpendapat di ruang publik tidak boleh melanggar hukum dengan menyerang pribadi maupun menyebarkan informasi bohong yang merugikan orang lain.
Ia juga membantah tudingan lain, seperti dugaan adanya pungutan biaya dalam pengurusan SKT (Surat Keterangan Tanah), hingga peran Hadi sebagai beking penerbitan dokumen tanah.
“Itu semua tidak benar. Klien kami tidak pernah meminta biaya dalam pengurusan tanah. Bahkan penerbitan SKT dilakukan oleh lurah sebelumnya. Jangan sampai ada opini yang dibentuk tanpa dasar,” jelasnya.
Menurut Guruh, pihaknya siap menempuh langkah hukum terhadap siapa pun yang menyebarkan informasi palsu maupun membentuk opini negatif.
“Kami telah menyiapkan laporan. Siapa yang menyebarkan konten berisi berita bohong, siapa yang membuat framing negatif, semua akan kami adukan. Ini menyangkut harga diri dan kehormatan klien kami,” ujarnya.
Sementara itu, Hadi Suwandoyo secara pribadi menepis keras tuduhan kepemilikan lahan hingga 850 hektare.
“Tidak mungkin saya menguasai 850 hektare secara pribadi. Itu adalah lahan milik kelompok tani, bukan milik saya. Ada delapan kelompok tani yang mengelola lahan itu,” ungkapnya.
Hadi menambahkan, sengketa terkait lahan tersebut sebelumnya sudah pernah diproses hukum, bahkan sampai pada putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Menurutnya, persoalan hukum yang kembali muncul saat ini masih berkaitan dengan objek yang sama, namun tidak melibatkan dokumen veklaring sebagaimana perkara sebelumnya. Ia menduga isu ini diarahkan kepadanya secara tidak adil.
Ia pun mengimbau semua pihak, termasuk media massa dan pengguna media sosial, untuk lebih berhati-hati dalam menyampaikan opini.
“Mari bersama-sama menjaga suasana agar tidak menimbulkan polarisasi dan perpecahan di masyarakat,” tutupnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan