Narasi Kalteng

Akurat & Terpercaya

Rektor UPR Sampaikan Pandangan Soal RUU Sisdiknas

Rektor UPR, Prof. Dr. Ir. Salampak, M.S ketika menyerahkan cendra mata kepada Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dr. Hj. Kurniasih Mufidayati, M.Si.

PALANGKA RAYA — Dialog publik penyusunan revisi Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) bersama Panitia Kerja (Panja) Komisi X DPR RI dan perwakilan kementerian menjadi momentum bagi civitas akademika Universitas Palangka Raya (UPR) untuk menyampaikan pandangan terkait kondisi pendidikan di daerah.

Rektor UPR, Prof. Dr. Ir. Salampak, M.S, dalam sambutannya menegaskan dukungan penuh terhadap RUU Sisdiknas sebagai langkah memperkuat arah pendidikan nasional. “Ini merupakan suatu kehormatan bagi kami bisa memberikan masukan. Sudah tentu kami perguruan tinggi Kalimantan Tengah sangat mendukung adanya RUU Sisdiknas ini,” ujarnya di Aula Rahan Gedung Rektorat UPR, Kamis (6/11/2025).

Ia mengungkapkan sejumlah persoalan mendasar yang masih dihadapi daerah, terutama kesenjangan antara kualitas pendidikan menengah ke bawah dan perguruan tinggi. Disparitas ini semakin tampak ketika peserta didik dari daerah harus bersaing dalam sistem seleksi nasional yang menuntut kesiapan akademik lebih tinggi.

Sebagai contoh, Prof. Salampak menyinggung pengalaman UPR saat membuka Fakultas Kedokteran yang ditujukan memberi ruang lebih besar bagi putra daerah menjadi tenaga medis. Namun sistem seleksi nasional membuat banyak pelamar dari Kalimantan Tengah tidak terakomodasi. Ia menilai kuota 30 persen bagi calon mahasiswa daerah masih kecil dan berharap ke depan dapat mencapai minimal 50 persen, khususnya untuk program strategis seperti Fakultas Kedokteran.

Selain itu, ia menyoroti keterbatasan sarana, prasarana, serta beban akreditasi yang menuntut perguruan tinggi di daerah sejajar dengan kampus besar di luar Kalimantan. Kondisi ini membuat peningkatan kualitas pendidikan berjalan lebih lambat meski pengembangan terus dilakukan.

Persoalan jenjang karir dosen juga menjadi perhatian, terutama terkait mekanisme perolehan angka kredit berbasis SKP dengan batas maksimal 37 SKS per tahun. Prof. Salampak mempertanyakan efektivitas sistem tersebut bagi dosen yang ingin mencapai jabatan guru besar yang membutuhkan 800 SKS. Ia mengusulkan agar metode lama dipertimbangkan kembali, termasuk pemisahan jalur ASN dosen dan non-dosen.

Lebih lanjut, ia menilai tidak semua perguruan tinggi perlu diarahkan menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). Menurutnya, kondisi geografis luas dan jumlah penduduk 2,7 juta di Kalimantan Tengah belum ideal untuk menerapkan sistem tersebut, terutama terkait kemampuan menghadirkan pendapatan institusional yang stabil.

Dialog publik ini menjadi wadah penting bagi UPR untuk menyuarakan kebutuhan pendidikan daerah, sekaligus memastikan revisi RUU Sisdiknas mampu menjawab tantangan pemerataan mutu pendidikan di seluruh Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
Exit mobile version