Penadah Motor Curian di Kotim Dibebaskan Berkat Maaf Korban dan Beberapa Pertimbangan Hukum
PALANGKA RAYA – Kejaksaan Agung Republik Indonesia resmi menyetujui permohonan penghentian penuntutan terhadap tersangka kasus penadahan motor curian di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah. Langkah ini diambil melalui mekanisme keadilan restoratif, yang menekankan penyelesaian perkara secara damai di luar pengadilan.
Persetujuan tersebut disampaikan pada Rabu, 25 Juni 2025, oleh Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Nanang Ibrahim Soleh, SH., MH. Ia menegaskan bahwa permohonan yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Kotim telah memenuhi syarat untuk diberhentikan penuntutannya.
“Pendekatan hukum ini berkeadilan dan humanis, demi mewujudkan harmonisasi sosial,” ujar Nanang saat memimpin ekspos perkara secara virtual.
Ekspose tersebut turut dihadiri sejumlah pejabat tinggi kejaksaan, di antaranya Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Dr. Undang Mugopal, SH., M.Hum, Asisten Tindak Pidana Umum Suyanto, SH., M.Hum, serta Kepala Kejaksaan Negeri Kotim Donna Rumiris Sitorus, SH., M.Hum.
Diketahui, perkara ini bermula pada Sabtu, 19 April 2025, ketika seorang pelaku bernama Sudarto alias Ompong (berkas terpisah) mencuri satu unit sepeda motor Honda Beat milik Yasman. Motor tersebut kemudian ditawarkan kepada tersangka BS di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Parenggean, tanpa dilengkapi dokumen sah.
Meskipun BS diduga menyadari bahwa motor itu berasal dari tindak kejahatan, ia tetap membelinya dengan harga Rp3 juta secara bertahap. Hingga akhirnya, pada 27 April 2025, BS diamankan bersama barang bukti oleh pihak kepolisian. Kerugian korban ditaksir mencapai Rp10 juta.
Kejaksaan menyetujui penghentian penuntutan dengan pertimbangan bahwa tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana kurang dari lima tahun dan telah terjadi perdamaian antara korban dan tersangka.
Kebijakan ini sejalan dengan arahan Kejaksaan Agung RI yang mendorong penerapan keadilan restoratif dalam penanganan perkara ringan, guna mencapai keadilan subtantif dan pemulihan hubungan sosial.
Nanang mengapresiasi kinerja Kejati Kalimantan Tengah, Kejari Kotim, dan jaksa fungsional yang berhasil memfasilitasi proses mediasi hingga tercapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak.
Ia juga menginstruksikan agar Kejari Kotim segera menerbitkan SKP2 (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) dan melaporkannya secara resmi ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum serta Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.
Tinggalkan Balasan