Pensiunan Jenderal TNI hingga CEO Navayo Jadi Tersangka Kasus Korupsi Proyek Satelit Kemhan

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar. (ist)

JAKARTA – Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 123° Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2016. Ketiganya ditetapkan melalui penyidikan yang dilakukan Tim Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL).

“Penetapan ketiga tersangka ini dilakukan dalam perkara koneksitas dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara berdasarkan hasil penyidikan dan bukti permulaan yang cukup,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam keterangan pers yang diterima Rabu, 7 Mei 2025.

WhatsApp Image 2025-04-02 at 13.18.03

Penetapan ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin 78A/PM/PMpd.1/05/2025 tertanggal 5 Mei 2025.

Ketiga tersangka antara lain:

  • Laksamana Muda TNI (Purn) LNR, Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), berdasarkan Surat TAP-11/PM/PMpd.1/05/2025.
  • ATVDH, Tenaga Ahli Satelit Kemhan, berdasarkan Surat TAP-12/PM/PMpd.1/05/2025.
  • GK, CEO Navayo International AG (perusahaan asal Hungaria), berdasarkan Surat TAP-13/PM/PMpd.1/05/2025.

Menurut Harli, kasus ini bermula dari kerja sama antara Kemhan dan Navayo International AG pada 1 Juli 2016. Kerja sama tersebut mencakup pengadaan terminal pengguna jasa dan peralatan terkait senilai USD 34.194.300, yang kemudian direvisi menjadi USD 29.900.000 melalui amandemen kontrak pada 15 September 2016.

“Namun, penandatanganan kontrak itu dilakukan tanpa didukung ketersediaan anggaran, serta tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa sesuai ketentuan yang berlaku,” tegas Harli.

Navayo ditunjuk langsung berdasarkan rekomendasi tersangka ATVDH. Perusahaan tersebut mengklaim telah mengirimkan barang ke Kemhan berdasarkan empat Certificate of Performance (CoP) yang ditandatangani sejumlah pejabat militer dengan persetujuan LNR dan disusun oleh ATVDH serta GK. Namun, CoP dibuat tanpa verifikasi barang.

Navayo kemudian mengajukan empat invoice ke Kemhan, tetapi hingga 2019 anggaran untuk pengadaan tersebut belum tersedia.

Dari hasil pemeriksaan, ditemukan bahwa 550 unit handphone yang dikirim bukan handphone satelit dan tidak memiliki secure chip sesuai spesifikasi kontrak. Selain itu, 12 buku Milestone 3 Submission yang diklaim sebagai master program tidak memenuhi kriteria sistem user terminal menurut ahli satelit.

“Pemeriksaan dilakukan terhadap 52 saksi sipil, 7 saksi militer, serta 9 orang ahli untuk memperkuat temuan dalam perkara ini,” ungkap Harli.

Akibat kasus ini, Kemhan diwajibkan membayar USD 20.862.822 kepada Navayo sesuai putusan arbitrase di Singapura. Sementara itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat kerugian negara mencapai USD 21.384.851,89.

Dalam upaya pemulihan kerugian, pemerintah mengajukan penyitaan terhadap sejumlah aset milik perwakilan RI di Paris, seperti Wisma Wakil Kepala Perwakilan, rumah dinas Atase Pertahanan, dan apartemen Koordinator Fungsi Politik KBRI. Penyitaan dilakukan oleh juru sita Paris berdasarkan putusan Pengadilan Paris yang mengesahkan putusan arbitrase Singapura tertanggal 22 April 2021.

Para tersangka dijerat dengan pasal sebagai berikut:

  • Primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 KUHP.
  • Subsidair: Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 KUHP.
  • Lebih Subsidair: Pasal 8 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 KUHP.

Follow Narasi Kalteng di Google Berita.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

You cannot copy content of this page