Ketua DPRD Kalteng Desak Gubernur Segera Tindaklanjuti Utang RSUD dr Doris Sylvanus Rp120 Miliar
PALANGKA RAYA – Ketua DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng), Arton S. Dohong, mendesak Gubernur Kalteng, Agustiar Sabran, agar segera menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait utang RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya yang mencapai Rp120 miliar sejak tahun anggaran 2023 hingga 2024.
Desakan tersebut disampaikan Arton usai rapat paripurna DPRD Kalteng, belum lama ini. Menurutnya, Pemerintah Provinsi Kalteng harus segera memberikan arahan kepada manajemen rumah sakit untuk menyelesaikan persoalan tersebut secara bertahap.
“Ini kan kalau itu memang berdasarkan LHP BPK, maka kita berharap itu segera dibuatkan tindak lanjut oleh gubernur kepada pihak rumah sakit. Saya kira itu tidak ada masalah, sepanjang namanya temuan itu, kan sebaik-baiknya pasti ada kekurangan,” ujar Arton kepada wartawan.
Ia menekankan bahwa itikad baik pemerintah daerah dalam menindaklanjuti temuan BPK lebih penting daripada sekadar formalitas laporan.
“Namun etikad baik melakukan tindak lanjut penyelesaiannya itu yang lebih penting,” tambahnya.
Terkait potensi kerugian negara akibat utang tersebut, Arton menyebut DPRD Kalteng belum membahas secara detail isi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK.
“Dan itu nanti, itu nanti kami akan membuka karena ini kami belum masuk pada pembahasan hasil LHP ini. Pembahasan semuanya dari LHP BPK itu,” jelasnya.
Sebelumnya, Plt. Direktur RSUD dr. Doris Sylvanus, Suyuti Syamsul, mengungkapkan bahwa utang sebesar Rp120 miliar tersebut muncul akibat pengadaan obat-obatan dan pembangunan sejumlah fasilitas rumah sakit.
“Untuk beli obat, termasuk ada untuk membangun beberapa bangunan,” ujar Suyuti saat ditemui pada Senin (2/6/2025) lalu.
Ia mengakui bahwa salah satu kesalahan manajemen sebelumnya adalah penggunaan pendapatan rumah sakit untuk pembangunan, padahal hal tersebut hanya dianjurkan apabila kondisi keuangan sangat memungkinkan.
“Salah satu kekeliruannya adalah penggunaan pendapatan rumah sakit untuk pembangunan. Itu sebetulnya tidak dianjurkan kecuali kita yakin sekali bahwa duitnya berlebihan, baru dibolehkan. Itu salah satu penyebabnya,” katanya.
Lebih lanjut, Suyuti menjelaskan bahwa saat ini sebagian beban operasional rumah sakit telah dialihkan ke APBD Kalteng, guna meringankan beban keuangan rumah sakit.
“Jalan yang kami tempuh adalah belanja operasional kita bebankan ke APBD. Jadi sebelumnya listrik dibayar rumah sakit, sekarang Pemprov yang bayari, sehingga biaya untuk membayar listrik dipakai untuk membayar hutang,” jelasnya.
Tinggalkan Balasan