DPRD Kalteng Dukung Polda Usut Dugaan Korupsi RSUD Doris Sylvanus, Minta Penegakan Hukum Transparan
PALANGKA RAYA – Ketua DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng), Arton S Dohong, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Kepolisian Daerah (Polda) Kalteng dalam mengusut dugaan tindak pidana korupsi di RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya. Dugaan korupsi ini terkait membengkaknya utang rumah sakit pelat merah tersebut yang mencapai Rp120 miliar.
“Ketika kasus ini ditangani oleh aparat penegak hukum, maka DPRD Provinsi Kalteng mendorong agar proses penegakan hukum dilakukan secara transparan dan terang benderang. Kita dukung lah,” tegas Arton, Senin, 16 Juni 2025.
Ia menambahkan bahwa DPRD akan mendukung proses penyelidikan selama berjalan sesuai aturan dan prinsip keadilan.
“Kalau memang ada indikasi tindak pidana korupsi, ya wajar kalau diproses. Kita serahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang,” ujarnya.
Sebelumnya, Polda Kalteng memang tengah menyelidiki dugaan korupsi yang diduga terjadi sepanjang 2023 hingga 2024. Kabid Humas Polda Kalteng, Kombes Pol Erlan Munaji, membenarkan bahwa proses penyelidikan masih berjalan.
“Semuanya masih dalam proses penyelidikan. Nanti akan kami kroscek dengan tim, hasilnya akan kami update sesuai perkembangan penanganan kasusnya,” kata Erlan, Senin pagi.
Terkait apakah sudah ada tim yang turun, Erlan mengatakan masih akan memastikan detail teknisnya.
“Nanti kami kroscek dulu dengan tim,” imbuhnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Kalteng, Leonard S. Apung, menyatakan pemerintah menyerahkan sepenuhnya persoalan tersebut kepada proses hukum.
“Itu kan urusan hukum, kita ikuti saja,” ujarnya singkat.
Kasus korupsi ini mencuat setelah Plt Direktur RSUD dr Doris Sylvanus, Suyuti Samsul, mengungkapkan bahwa utang rumah sakit melonjak drastis akibat persoalan manajerial di tahun-tahun sebelumnya.
“Saya menduga mereka berbelanja melampaui kemampuan rumah sakit. Tentu itu menyebabkan defisit, dan defisit itu terjadi sejak 2023 hingga 2024,” ujar Suyuti, Senin, 2 Juni 2025.
Ia menjelaskan bahwa saat pertama menjabat, jumlah utang tercatat sebesar Rp24 miliar, namun terus meningkat hingga akhir 2024.
“Pada saat tutup buku Desember 2024 muncul Rp87 miliar. Kemudian pada 31 Januari menjadi Rp117 miliar, dan saat masuk ke BPK mencapai Rp120 miliar,” bebernya.
Menurut Suyuti, kondisi ini secara teknis membuat RSUD Doris “bangkrut” bila dibandingkan dengan rumah sakit swasta. Namun karena merupakan fasilitas layanan publik, pemerintah masih memiliki ruang untuk intervensi.
“Salah satu langkah penyelamatan adalah membebankan beberapa komponen biaya ke APBD. Misalnya, sebelumnya listrik dibayar oleh rumah sakit, kini ditanggung Pemprov agar dananya bisa dialihkan untuk membayar utang,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan